PMMT adalah salah satu program pemerintah untuk meningkatkan jaminan keamanan dan mutu pangan. Dengan adanya program ini, maka pemerintah menggalakkan programmnya dalam bidang perikanan yaitu pada aspek Pra-Panen (budidaya dan penagkapan), Panen, dan Pasca Panen (Penanganan/pengolahan, transportasi, penyimpanan dan distribusi).
contohnya pada Agro industri Terasi
Terasi merupakan produk dari hasil perikanan yang di olah dengan memanfaatkan ikan atau udang sebagai bahan dasarnya. Untuk menjamin keamanan konsumsi terhadap terasi, maka pemerintah menerapkan Program PMMT pada agroindustri terasi.
Bisa dilihat perbandingan antara perusahaan setelah menerapkan program PMMT dan perusahaan sebelum menerapkan program PMMT terhadap mutu dan kualitas terasi yang dihasilkan. Dengan adanya penerapan mutu ini, hasil pengolahan dari perikanan dapat mempunyai kualitas yang baik serta tidak berbahaya untuk dikonsumsi
Rabu, 02 September 2009
Program Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada sentra Perikanan
Diposting oleh Mukhlas_Aquaculture di 22.14 0 komentar
Jumat, 17 April 2009
Biota Laut
subbhannallah....dengan segala keagunagannya..segala sesuatu yang hidup di dunia ini terdapat bebagai macam keunikan...
ikan badut adalah jenis ikan hias yang menggantungkan hidupnya pada kehadiran anemon.
anemon adalah sejenis tumbuhan tapi dia hidup sebagia hewan.
anemon memiliki daya sengat dalam ujung thalii sebagai pertahanan apabila terancam oleh musuhnya.....
tapi ikan badut ini sama sekali tidak merasa adanya gangguan oleh anemon ini begitupun sebaliknya..terjadi simbiosis mutualisme...
nah..inilah yang menjadi ciri khusus betapa agungnya Allah SWT dalam menciptakan mahluknya...
Diposting oleh Mukhlas_Aquaculture di 11.00 0 komentar
Kamis, 09 April 2009
Kerang Kima, Si Kerang Raksasa
Salah satu organisme laut yang sangat berpotensi untuk menghasilkan rupiah dan sampai saat ini belum dijamah adalah budidaya kima. Kima-dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama giant clams-adalah sejenis kerang laut raksasa.
Jenis hewan laut ini masuk keluarga Tridacnidae dan memiliki dua genera, yakni Tridacna dan Hipoppus. Kima banyak ditemukan di ekosistem karang di wilayah Indo-Pasifik termasuk Indonesia. Dari delapan spesies kima yang ada di dunia, tujuh di antaranya dapat ditemukan di wilayah perairan Nusantara.
Secara tradisional hewan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pantai, terutama dagingnya untuk sumber makanan dan cangkangnya untuk peralatan rumah tangga atau bahan baku bangunan.
Pada tahun 1980-an, cangkang kima banyak dimanfaatkan sebagai bahan penting pembuatan ubin teraso yang saat itu sangat populer. Akibat permintaan yang terus meningkat, dalam dua dekade terakhir-sekitar 1970 hingga 1980-an-populasi kima di alam menurun sangat drastis hampir di seluruh dunia akibat pengambilan tanpa batas.
Saat ini permintaan kima di luar negeri cukup besar. Kima banyak digunakan sebagai bahan makanan di beberapa restoran, terutama di Jepang, atau dimanfaatkan sebagai hewan akuarium yang menarik. Harga hewan ini pun sangat tinggi karena mempunyai warna dan corak beragam dan indah.
Seperti yang bisa dilihat pada salah satu website http://www.reefscience.com/ harga untuk jenis T derasa dengan ukuran panjang cangkang 7,5 cm adalah 45 dollar AS per ekor. Untuk jenis T maxima (5 cm), T crocea (7,5 cm), dan T squamosa (7,5 cm) masing-masing dijual dengan harga 40 dollar AS, 55 dollar AS, dan 55 dollar AS per ekornya.
Beberapa jenis kima saat ini sangat sulit untuk ditemukan, terutama dari jenis besar seperti Tridacna gigas, T derasa, T squamosa, maupun dari genus Hipoppus seperti Hipoppus porcelanus dan H hipoppus.
Hilangnya jenis kima besar ini karena mereka hidup tidak menempel pada substrat tertentu sehingga mudah diambil. Di samping itu karena volume yang besar, dengan sekali ambil hasil yang diperoleh juga banyak.
Namun, jenis kima kecil seperti T maxima dan T crocea masih mudah ditemukan karena keduanya hidup menempel atau menenggelamkan tubuhnya pada substrat seperti karang dan batuan lain. Dengan kondisi seperti ini, maka kedua jenis kima kecil ini sulit diambil (kecuali secara paksa atau diambil substratnya) dan hasil yang diperoleh tidak besar (karena ukurannya kecil).
Mengingat kondisi populasi alam dari kima yang sangat menyedihkan ini, maka CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) memasukkan hewan ini dalam daftar hewan yang dilindungi sejak 1983. Pemerintah Indonesia pun melalui SK Menhut Nomor 12/Kpts/II/1987 serta Peraturan Pemerintah No 7/1999, menetapkan bahwa hewan-hewan ini termasuk kategori dilindungi.
Diposting oleh Mukhlas_Aquaculture di 01.38 0 komentar
Kamis, 26 Maret 2009
Hipofisa dan Ovaprim
Stadia induk adalah ikan yang memiliki kemampuan untuk bereproduksi. Dalam stadia ini gonad ikan betina sudah dapat meproduksi telur dan ikan jantan sudah dapat memproduksi sperma.
Perangsangan pemijahan ikan secara hormonal dilakukan dengan menyuntikan hormon tertentu kedalam ke tubuih ikan. Hormon tersebut masuk ke dalam sistem sirkulasi darah ikan dan ketika mencapai organ target (Gonad) langsung berkerja dan mempengaruhi organ tersebut. Dengan demikian, perangsangan pemijahan secara hormonal ini merupakan upaya by pass cara kerja hormon dalam sistem reproduksi ikan. Perangsangan pemijahan ikan secara hormonal ini sanagat bermanfaat untuk :
1. memijahkan ikan yang sistem saraf pusatnya sulit dipengaruhi oleh sinyal lingkungan atau kalaupun bisa pembangkitan sinyal lingkungan tersebut sulit dan mahal serta belum diketahuinya sinyal lingkungan yang bisa mempengaruhi sistem saraf pusat ikan tersebut.
2. memijahkan ikan diluar musim pemijahannya (out season), terutama pada ikan yang mengenal musim pemijahan tertentu.
Hormon untuk merangsang pemijahan antara lain golongan gonadotropin. LHRH-a, dan steroid. Gonadotropin adalah hormon berbahan baku protein yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa. Hormon ini memanipulasi gonad sehingga bisa matang dan berovulasi. Horrmon gonadotropin bisa berbentuk ekstrak kelenjar hipofisa ikan dan gonadotropin mamalia (seprti HCG = Human chorionic gonadotropin; LH = luteinizing hormon; FSH = follicle stimulating hormon; dan PMSG = pregnant mare serum gonadotropin). Penggunaan hormon gonadotropin bisaanya merupakan kombinasi antara ekstrak kelenjar hipofisa ikan dan gonadotropin mamalia.
LHRH (luteinizing hormon releasing hormon) adalah hormon dari golongan protein yang dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon ini molekulnya sagat kecil dibandingkan dengan hormon golongan lainnya, yakni terdiri dari 10 asam amino (dekapeptida). LHRH sebanarnya sama persis dengan GnRH. Karena LHRH waktu paruhnya pendek sehingga mudah terurai dari dalam tubuh maka para ahli menciptakan LHRH sintesis yang lebih tahan. LHRH jenis ini sering dikenal dengan LHRH-analog (LHRH-a). jika hormon yang digunakan adalah LHRH, berarti manipulasi yang dilakukan berada pada tingkat hipofisa.
Disebagian besar masyarakat belum mengetahui akan keguanaan dari hormone ovaprim dan hipofisa. Masyarakat menengah kebawah, umumnya sering menggunakan pemijahan secara alami dan menunggu waktu atau musim ikan memijah. Sebetulnya, dengan menggunakan rangsangan hormone dalam tubuh ikan, pemijahan dapat dilakukan kapan saja asalakan gonad dalam tubuh ikan sudah mengalami pematangan. Tapi dalam penggunaan kedua hormone tersebut ada perbedaan pengaruh terhadap telur yang dihasilkan.
1.3 Telaah pustaka
Kegiatan pemijahan ikan berkaitan dengan system reproduksi ikan. System reproduksi ikan terdiri atas alat kelamin, gonad, kelenjar hipofisa, dan saraf yang berhubungan dengan alat perkembangan alat reproduksi. System reproduksi tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain dan berinteraksi dengan kondisi lingkungan. Sumantadinata (1997) mengatakan bahwa reproduksi ikan dikendalikan oleh tiga sumbu utama, yaitu hipotalaums, hipofisa, dan gonad. Secara alami, system keja reproduksi ikan dimulai dari keadaan lingkungan seperti suhu, cahaya, dan cuaca yang diterima oleh organ perasa dan meneruskannya ke system saraf. Selanjutnya, hipotalamus melepasakan GnRH (gonadotropin releasing hormon) yang bekerja merangsang kelenjar hipofisa untuk melepaskan GtH (gonadotropin). Gonadotropin akan berfungsi dalam perkembangan dan pematangan gonad serta pemijahan.
Suzuki dalam sumantadinata (1997) mengatakan bahwa pada ikan terdapat dua hormon gonadotropin yang berbeda secara kimiawi. Hormon tersebut adalah gonadotropin I dan gonadotropin II. Gonadotropin I berperan dalam perkembangan gonad, sedangkan gonadotropin II berperan dalam pematangan gonad dan pemijahan.
Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manipulasi hormon untuk kegaiatan pemihajan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan hipoisa dan pendekatan hipotalamus. Pendekatan hipofisa berperan untuk memacu ovulasi dan pemijahan. Pada kegiatan pemijahan, pendekatan induk ikan sudah matang gonad. Induk matang gonad tersebut disuntik dengan hormon kelenjar hipofisa atau hormon perangsang lainnya, seperti ovaprim, choluron, dan sebagainya. Sedangkan pendekatan hipotalamus berperan memacu vitelogenesis pada awal perkembangan gonad sampai fase dorman dan merangsang pemijahan. Pada pendekatan ini, induk ikan dewasa diimplantasi hormon. Implantasi hormon kedalam tubuh induk ikan bertujuan untuk menyediakan hormon dalam pembentukan dan perkmbangan gonad. Sumantadinata (1997) menyebutkan bahwa pada proses perkembangan gonad membutuhkan ketersediaan gonadotropin secara terus menerus. Dengan implantasi hormon LHRH-a (estradiol) dan 17α-methhyl testoteron, gonad ikan banding dapat berkembang biak dan memijah didalam tangki serat gelas volume 30 m3.
1.3.1 Hipofisa
Kelenjar hipofisa adalah kelenjar yang menghasilkan berbagai hormon, antara hormon yang berkerja terhadap kelenjar kelamin jantan (testes) Maupun kelenjar kelamin betina (kantong telur).
Kelenjar hipofisa ini terletak disebelah bawah bagian depan otak besar (dienchephala) sehingga jika bagian otak ini diangkat maka kelenjar ini akan tertinggal. Dengan demikian, untuk mengambil kelenjar hipofisa maka tulang tengkorak harus di angkat terlebih dahulu.
Kelenjar hipofisa terdiri dari 4 bagian yang memiliki masing-masing memiliki nama yang berbeda. Adapun urutan-urutan bagian dari kelenjar hipofisa ini dari dpan kebelakang adalah Pars tubelaris, pars anterior, pars intermedius dan neurophysis.
Pars anterior mempunyai peranan penting bagi pembiakan karena menghasilkan hormon gonadotropin yang bekerja terhadap gonad. Bagian inilah yang sebenarnya memgang peranan penting dalam melaksanakan pemijahan. Dalam hormon gonadotropin yang mampu merangsang pembiakan afalah follicle stimulating hormon (FSH-like Hormon) dan luteineizing hormon (LH-like hormon).
FSH bekerja untuk merangsang perkembangan gonad hingga matang kelamin karena terjadi perubahan manjadi sel telur. LH bertugas untuk meransang ovulasi, yaitu kelurnya telur dari polikel telur kemudian masuk kedalam saluran telur dan keluar dari lubang urogenital.
Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya. Hipofisa dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak yang terletak tepat diatas hipofisa. Dengan mengetahui kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar yang berada dibawah kendali hipofisa (kelenjar target), maka hipotalamus atau hipofisa sesuai bisa menentukan berapa banyak perangsangan atau penekanan yang diperlukan oleh hipofisa sesuai dengan akivitas kelenjar target.
Hormon yang dihasilkan oleh hipofisa tidak semuanya dilepaskan terus menerus. Sebagian besar dilepaskan setiap 1-3 jam dengan pergantian periode aktif dan tidak aktif.
1.3.1.1 Kelabihan dan kekurangan hipofisa
Kelebihan dari hormon hipofisa adalah hormon ini bisa disimpan dalam waktu lama sampai dua tahun. Penggunaan hormon ini juga relatif mudah (hanya membutuhkan sedikit alat dan bahan), tidak membutuhkan refrigenerator dalam penyimpanan, dosis dapat diperkirakan berdasar berat tubuh donor dan resepien, adanya kemungkinan terdapat hormon hormon lain yang memiliki sifat sinergik.
Kekurangan dari teknik hipofisasi adalah adanya kemungkinan terjadi reaksi imunitas (penolakan) dari dalam tubuh ikan terutama jika donor hipofisa berasal dari ikan yang berbeda jenis, adanya kemungkinan penularan penyakit, adanya hormon hormon lain yang mungkin akan merubah atau malah menghilangkan pengaruh hormon gonadotropin.
1.3.2 Ovaprim
Ovaprim adalah merek dagang bagi hormone analog yang mengandung 20µg analog salmon gonadotropin releasing hormone (s GnRH) LHRH dan 10µg domperidone sejenis anti dopamin, per milliliter (Nandeesha et al, 1990).
Ovaprim digunakan sebagai agen perangsang bagi ikan untuk memijah, kandungan sGnRHa akan menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan GtH II. Sedangkan anti dopamin menghambat hipotalamus dalam mensekresi dopamin yang memerintahkan pituatari menghentikan sekresi GtH I dan GtH II.
Kegunaan Ovaprim antara lain :
Ø menekan musim pemijahan
Ø mengatur kematangan gonad selama musim pemijahan normal
Ø merangsang produksi sperma pada jantan untuk periode waktu yang lama dan volume yang lebih banyak.
Ø Merangsang pematangan gonad sebelum musim pemijahan
Ø Memaksimalkan potensi reproduksi
Ø Mempertahankan materi genetic pada beberapa ikan yang terancam punah
Ø Mempersingkat periode pemijahan.
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
2.2 Alat dan Bahan
Alat
1. Jarum injeksi (3 cm)
2. Alat sentrifugs
3. Alu penggerus
4. Pingset
5. pisau
Bahan
1. Ikan donor
2. Ikan resepiens
3. Hormon Hypofisa
4. Hormon Ovaprim
5. Aquabides
2.3 Metode
Dalam pelaksanaanya ada beberapa metode yang dikukan. Diantaranya adalah :
Pengambilan kelenjar hipofisa
Pengambilan kelenjar hipofisa biasa dilakukan pada ikan donor yang spesiesnya sama ataupun bisa memakai ikan Mas sebagai donornya walaupun ikan resepiennya beda. Hal ini disebabkan kelenjar ikan mas bersifat universal. Ada beberapa cara pengambilan kelenjar hipofisa pada ikan, dantaranya sebagai berikut :
1. Timbang ikan donor sesuai dengan dosis. Sebagai contoh, jika berat induk betina 5 kg (2 ekor), dengan dosis penyuntikan 2 dosis, maka ikan donor yang harus disiapkan adalah sebanyak 10 kg.
2. Potong ikan donor secara vertikal pada bagian belakang tutup insang.
3. Letakkan potongan kepala ikan donor dengan posisi mulut keatas, lalu potong lagi secara vertikal di atas mata di bawah hidung. Otak akan terlihat diselimuti lendir atau lemak.
4. Angkat otak ikan dan buang lendirnya dengan kapas atau tisue. Setelah bersih akan tampak butiran putih seperti beras dalam lekukan tulang, itulah kelenjar hypopisa.
5. Ambil kelenjar hypopisa dengan pinset, lalu letakan pada alu penggerus. Lakukan berulang-ulang hingga kelenjar hypopisa dari setiap ikan donor habis. Setelah itu, hancurkan hypopisa dalam gelas penggerus sampai halus.
6. Masukan 1 - 1,5 ml aquabides ke dalam gelas penggerus dan aduk hingga merata. Agar lebih larut, putar dengan sentrifugal atau pemusing.
7. Sedot larutan hypopisa dengan alat suntik bervolume.
Hormone ovaprim dapat diperoleh dibalai-balai produksi ikan. Karena hormone ini dibuat oleh pabrik yang menggunakan SNI dari pemerintah. Ovraprim biasanya dibuat dari campuran ekstra kelenjar hipofisa dan hormone mamalia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Perbedaan pengaruh Hormon pada Pemijahan Ikan Patin (Pangasius sp.)
Hormon
-Hipofisa
-Ovaprim
Dosis
-0,5 ml
-0,5 ml
Interval Penyuntikan
-2 x (10 jam)
-2 x (10 jam)
Lokasi penyuntikan
-Punggung
-Punggung
Tingkah laku
-Agersif pada penyutikan ke dua
-Agresif pada penyuntikan pertama
Ovulasi
-20 – 23 jam
-20-21 jam
Kualitas telur
-Berwarna bening kekuningan
-Berwarna kekuningan
4.2 Pembahasan
Pemijahan salah satu upaya utnuk memperbanyak keturunan pada ikan. Dilihat dari table 1, ada beberapa perbedaan pengaruh antara pemakaian hormone hipofisa dengan horman ovaprim. Perbedaan yang sangat terlihat yaitu pada tingkah laku dan kualitas telur yang dihasilkan. Perbedaan ini pula akan mempengaruhi pada kualitas larva yang dihasilkan.
Dilihat dari perbedaan tingkah laku,pada penggunaan hormone Hipofisa ikan relative diam pada saat setelah dilakukannya penyuntikan pertama tapi pada saat setelah dilakukan ke dua, ikan relative agresif. Hal ini karena adanya kandungan ekstrak yang terbawa dari kelenjar hipofisa yang masuk dalam otot ikan yang menyebabkan ikan terasa kaku. Perlu diingat juga bahwa penyuntikan dengan menggunakan hormone hipofisa memungkinkan terjadinya reaksi imunitas (penolakan) dari dalam tubuh ikan yang nantinya ikan akan terkena infeksi.
Diposting oleh Mukhlas_Aquaculture di 19.27 0 komentar
Selasa, 24 Maret 2009
Sabtu, 21 Maret 2009
Budidaya Rumput Laut di Tambak
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini masalah mengenai marinculture mendapat perhatian lebih luas dan mendalam dibanyak Negara. Disamping bertambah padatnya penduduk dunia dan mulai sempitnya tanah untuk diusahakan dibidang pertanian dan industri, juga tanda-tanda dari overfishing telah terlihat dibeberapa perairan umum di dunia.
Perairan Indonesia yang terletak di daerah tropis juga kaya akan dengan aneka jenis komoditi laut. Budidaya laut adalah suatu usaha untuk memanfaatkan perairan pantai semaksimal mungkin dengan cara memelihra dari komoditi laut tersebut yang bernilai ekonomis tinggi, baik sebagai sumber protein ataupun komoditi ekspor. Namun selama ini usaha yang dilakukan kebanyakan terbatas hanya dengan cara penangkapan ataupun pengumpulan dari alam saja. Sehingga lama kelamaan dapat mengalami penurunan populasi dan dikhawatirkan akan punah. Agar dapat dimanfaatkan secara intensif dan berkesinambungan, maka perlu dikembangkan usaha budidayanya.
Salah satu sumber hasil laut yang dapat kita pelihara/budidaya, adalah beberapa jenis rumput laut. Rumput laut selain merupakan bahan makanan penting, mis.nori (Porphyra spp.), Wakame ( Undaria spp.) yang sangat popular untuk bangsa Jepang, juga terdapat jenis-jenis sebagai bahan agar-agar ( Gelidium spp., Glacilaria spp.) bahan algin ( Euchema spp.,).
Rumput laut mempunyai penyebaran yang sangat luas di perairan Indonesia dan hampir di semua perairan di tumbuhi rumput laut. Tetapi biasanya yang dikenal adalah yang bernilai ekonomis, misalkan jenis Eucheuma, Gracilaria, Gelidium dan Hypnea.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gracilaria
Jenis rumput laut yang merupakan pakan terbaik abalone yaitu Gracilaria dan Laurencia termasuk dalam devisi ini, Gracilaria termasu dalam ordo Girgatinales dan famili Gracilariceae.
Divisi rumput laut merah ini dicirikan dengan tidak adanya fase berflagela (berbulu cambuk), adanya pigmen fotosintesis yang disebut Phycobillin (yang terdiri dari phycoerythrin dan phycocyanin), adanya lamella fotosintesis dalam Chloropast yang tidak terkumpul (disebut thylakoid), mempunyai tepung floridea (kanji) sebagai cadangan makanan (Blod and Wynne, 1985).
Devisi ini juga dicirikan dengan adanya reproduksi seksual oogamus yang terdiri dari sel betina yang disebut carpogonia dan gamet jantan yang disebut spermatia. Namun ada beberapa jenis yang tidak bereproduksi secara seksual.
Aslan (1991) menambahkan bahwa alat pelekat (holdfish)pada rumput laut merah terdiri dari sel tunggal atau jamak pertumbuhannya bersifat uniaksial (satu sel) dan multiaksial (banyak sel) di ujung thallus, bersifat adaptasi kromatik, yaitu memoliki penyesuaian antara proposi pigmen dengan beberapa kualitas pencahayaan dan dapat menimbulkan berbagai warna pada thalli sehingga menjadi berwarna merah tua, merah muda, pirang, coklat, kuning dan hijau. Dalam dinding selnya terdapat selulosa, agar, carrageenan, porpiran dan furselaran.
Familli Gracilariceae dicirikan dengan carposporophyte berkembang kearah luar thallus, tetrasporagia terbagi secara crucaitedan kontruksi pseudoparanchymatous dimana sel medulanya berbentuk isodiametric dan tidak berfilamen.
Gracilaria, yang berasal dari kata latin Gracilis yang berarti langsing, merupakan agarophyta (rumput laut yang menghasilkan agar) yang paling berharga komersial dan terdapat 100 jenis yang tersebar dilaut temperate dan tropis. Di Indonesia, Gracilaria sering disebut rumput laut merah, bulung sangu (Bali) atau rambu kasang (Jawa Barat).
Rumput laut ini mempunyai thalus yang kaku, berwarna ungu kehijauan (Glacilaria arcuata), coklat kehijuan atau coklat tua (Glacilaria edualis),coklat kehijauan sampai ungu (Glacilaria eucheumoides), coklat tua sampai ungu atau hijau zaitun (Glacilaria heteroclada) dan coklat kemerahan sampai ungu (Glacilaria manilaensis). Thalus berukuran 8-60 cm. Hidup di daerah subtidal yang dangkal, melekat pada batu karang hidup atau mati, cangkang kerang, batu-batuan lainnya.
Rumput laut ini bisa ditemukan hidup di teluk atau laguna yang keruh, dangkal yang dekat dengan aliran air tawar yang mengandung banyak nutrient. Biasanya melekat di batu pasir, lumpur dan sebagainya. Pertumbuhan Glacilaria diketahui lebih baik di tempat yang dangkal dimana memiliki intensitas cahaya yang tinggi daripada di tempat yang dalam. Suhu yang oftimum untuk pertumbuhan adalah 20-280C, dan mampu hidup pada kisaran salinitas tinggi, bahkan dapat hidup pada 500/00.
Thalii Glacilaria biasanya berbentuk silindris sampai pipih dengan tekstur seperti tulang rawan, percabangan banyak, ada yang sederhana tetapi adapula yang rumit dan rimbun. Setelah percabangan biasanya thalii menjadi lebih kecil. Glacilaria mempunyai pertumbuhan uniaxial, dengan sel tunggal yang tumbuh ditiap ujung tali. Kumpulan cabang dichotomous Glacilaria verrucosa mempunyai panjang hampir 30-40 cm. Thalii dapat berwarna hijau kecoklatan, merah, pirang merah kecoklatan merah tua, merah muda dan sebagainya.
Siklus hidup Glacilaria bergantian fase isomorphic dengan gametophyte dioecious. Spermatia dihasilkan di permukaan dari dasar atau dari permukaan dasar conceptacles, dimana hal ini digunakan untuk membedakan tiga sub genus Glacilaria (Bold and Wynne, 1985). Perbedaan bentuk, struktur dan asal usul pembentukan organ reproduksi sangat penting dalam membedakan jenis Glacilaria.
A. Persyaratan lokasi
Pemlihan Lokasi
Untuk memulai usaha budidaya rumput laut ada beberapa factor yang menjadi pertimbangan diantaranya adalah :
Ø Lokasi harus terlindung dari ombak laut yang besar agar rumput laut tidak rusak.
Ø Kedalaman air pada pasang surut yang terendah berkisar antara 30-60 cm
Ø Dasar perairan terdiri dari pecahan karang mati dan berpasir
Ø Air jernih (tidak keruh) agar proses assimilasi berlangsung dengan baik, dan terhindar dari pencemaran limbah industri maupun buangan oli kapal, dan jauh dari sumber air tawar
Ø Salinitas air laut berkisar antara 30-40‰
Ø Suhu air laut antara 28-32 0 C antara 6,5-8
Ø kandungan oksigen terlarut berkisar antara 3-8 ppm.
Pemilihan bibit
Pada dasarnya pemilihan bibit ini bertujuan agar pertumbuhan rumput laut menjadi baik, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Ø Bibit berupa stek pilihan dari tanaman yang segar dapat diambiil dari tanaman yang tumbuh secara alami, ataupun dari tanaman hasil budidaya.
Ø Bibit yang akan ditanam bercabang banyak, utuh, tanpa luka, harus baru dan masih muda.
Ø Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat, bibit harus tetap basah attaupun terendam air laut.
Ø Sebelum dilakukan penanaman, bibit dikumpulkan pada tempat-tempat tertentu, misalnya keranjang atau jaring dan diusahakan bibit tidak terkena minyak, kehujanan dan tidak kekeringan.
B. Teknik Pemeliharaan
Metode pemeliharaan setiap rumput laut berbeda satu sama lainnya. Namun secara umum dikenal tiga metode pemeliharaan rumput laut berdasarkan letak bibit terhadap dasar perairan, yaitu :
1. Metode Dasar ( bottom methode )
Metode dasar adalah cara pemeliharaan dimana bibit ditebarkan di dasar perairan yang datar. Penanaman dengan metode ini dilakukan 2 macam :
Ø Bibit (thalus) dipotong dengan ukuran sekitar 20-25 cm dengan berat 75-100 gram, kemudian disebarkan pada dasar perairan.Cara ini dilakukan pada perairan yang relative diam.
Ø Bibit (thalus) setelah dipotong diikat pada batu karang atau balok semen, kemudian diatur berbaris dengan jarak 20-25 cm di dasar perairan. Cara ini dilakukan pada perairan yang ada ombaknya.
Gambar : Rumput laut dasar
2. Metode Lepas Dasar ( off bottom method )
Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir, sehingga mudah untuk menancapkan patok / pancang. Bibit ( thalus ) diikatkan pada tali atau jaring yang direntang diatas dasar perairan dengan pancang kayu atau.
Bahan-bahan yang digunakan dalam metode ini diantaranya :
· Potongan bambu attau kayu dengan ukuran 1-1,5 m dengan salah satu ujungnya runcing digunakan sebagai pancang.
· Tali plastic atau tali dari bahan monofilament, tali nilon no. 2000, sebagai tempat mengikat bibit.
· Tali raffia untuk mengikat bibit
· Apabila menggunakan jaring direntangan dengan patok, maka ukuran jaring 2,5 x 4 m2 dengan lebar mata jaring 25-30 cm.
Jarak tali atau jaring dengan dasar perairan kira-kira 25 cm. jarak bibit dengn bibit lainnya kira-kira 25 cm. bibit yang akan ditanam berukuran antara 100-150 gram, dalam satu petak direntangkan 10 monolisme (Tali plastik). Satu monoline terdapat 10 ikat, sehingga dalam satu petak
Terdapat 200 ikat atau kurang lebih 20 kg bibt.
Metode Apung (Floating method)
Metoda terapung dilakukan dengan cara membuat rakit dari bamboo dan kayu yang ukurannya 2-4 meter. Metode ini memiliki dua modifikasi yaitu monoline dan net seperti yang dilakukan dengan metode dasar. Metode ini baik diterapkan di tempat yang pergerakan airnya berupa ombak atau lokasi yang dasar perairannya berupa karang yang keras ( sulit untuk menancapkan pancang ).
Agar rakit tidak tidak hanyut sebaiknya dipasang jangkar. Untuk efisensi pemakaian area. Menyatukan rakit dalam jumlah banyak akan berpengaruh jelek terhadap pertumbuhan rumput laut. Jumlah rumput laut yang disatukan sebaiknya 10 rakit dengan ukuran 2 x 5 m2.
C. Budidaya Rumput Laut di Tambak.
Selain dilaut rumput laut dapat dibudidayakan di tambak. Budidaya rumput laut di tambak lebih menguntungkan karena tanaman terhindar dari pengaruh ombak, arus laut yang kuat, dan binatang predator. Selain itu, proses pemupukan dan pengontrolan kualitas air lebih mudah dilakukan. Jenis rumput laut yang sering dibudidayakan di tambak adalah Glacilaria sp. Pembudidayaan Glacilaria sp. Di tambak masih bisa ditumpangsarikan atau polikultur dengan udang atau banding. Dengan catatan, budidaya udang dan bandeng bukan merupakan usaha utama dan harus menggunakan perbandingan tertentu. Perbandingan antara rumput laut,bandeng dan udang windu biasanya 1 ton : 1.500 ekor : 5.000 ekor.
Budidaya rumput laut secara polikultur ini sangat menguntungkan karena selain memperoleh pendapatan tamabahan dari penjualan bandeng dan udang, bandeng jugan bisa mengurangi lumut (klekap) yang menempel pada rumput laut. Lumut (klekap) merupakan pakan alami untuk bandeng. Bandeng glondongan (bibit bandeng yang agak besar) ditebar pada hari ketujuh sampai kesepuluh setelah penanaman rumput laut dengan padat penebaran 1.500 ekor. Seminggu kemudian, udang tokolan (bibit udang yang agak besar) ditebar dengan padat penebaran 5.000 ekor.
Diposting oleh Mukhlas_Aquaculture di 06.39 0 komentar
Kamis, 19 Maret 2009
Ekosistem Mangrove
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.
Berkaitan dengan penggunaan istilah mangrove maka menurut FAO (1982) : mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Istilah mangrove merupakan perpaduan dari dua kata yaitu mangue dan grove. Di Eropa, ahli ekologi menggunakan istilah mangrove untuk menerangkan individu jenis dan mangal untuk komunitasnya. Hal ini juga dijelaskan oleh Macnae (1968) yang menyatakan bahwa kata nmangrove seharusnya digunakan untuk individu pohon sedangkan mangal merupakan komunitas dari beberapa jenis tumbuhan.
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang).
Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora.
Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :
Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat mangrove saja
Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove
Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi
jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di Indonesia mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987). Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp,Sonneratia sp, Rizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excocaria sp.
Bentuk vegetasi dan komunitas mangrove terdiri dari 3 zone mangrove berdasarkan distribusi, karakteristik biologi, kadar garam dan intensitas penggenangan lahan yaitu:
( i) Vegetasi Inti
Jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona intertidal yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas, bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam. Lima jenis mangrove paling utama adalah Rhizophora mangle. L., R. harrisonii leechman (Rhizoporaceae), Pelliciera rhizophorae triana dan Planchon (pelliceriaceae), Avicennia germinans L ( Avicenniaceae) dan Laguncularia racemosa L. gaertn. (Combretaceae).
( ii) Vegetasi marginal
Jenis ini biasanya dihubungkan dengan mangrove yang berada di darat, di rawa musiman, pantai dan/atau habitat mangrove marginal. Meskipun demikian vegetasi ini tetap tergolong mangrove. Jenis Conocarpus erecta (combretaceae) tidak ditemukan di dalam vegetasi mangrove biasa. Mora oleifera (triana), Duke (leguminosae) jumlahnya berlimpah-limpah di selatan pantai pasifik, terutama di semenanjung de osa, dimana mangrove ini berkembang dalam rawa musiman salin (25 promil). Jenis yang lain adalah Annona glabra L. (Annonaceae), Pterocarpus officinalis jacq. (Leguminosae), Hibiscus tiliaceus L. dan Pavonia spicata killip (Malvaceae). Jenis pakis-pakisan seperti Acrostichum aureum L. (Polipodiaceae) adalah yang sangat luas penyebarannya di dalam zone air payau dan merupakan suatu ancaman terhadap semaian bibit untuk regenerasi.
(iii) Vegetasi fakultatif marginal
Carapa guianensis (Meliaceae) tumbuh berkembang di daerah dengan kadar garam sekitar 10 promil. Jenis lain adalah Elaeis oleifera dan Raphia taedigera. Di daerah zone inter-terrestrial dimana pengaruh iklim khatulistiwa semakin terasa banyak ditumbuhi oleh Melaleuca leucadendron rawa ( e.g. selatan Vietnam). Jenis ini banyak digunakan untuk pembangunan oleh manusia. Lugo dan Snedaker (1974) mengidentifkasi dan menggolongkan mangrove menurut enam jenis kelompok (komunitas) berdasar pada bentuk hutan, proses geologi dan hidrologi. Masing-Masing jenis memiliki karakteristik satuan lingkungan seperti jenis lahan dan kedalaman, kisaran kadar garam tanah/lahan, dan frekuensi penggenangan. Masing-masing kelompok mempunyai karakteristik yang sama dalam hal produksi primer, dekomposisi serasah dan ekspor karbon dengan perbedaan dalam tingkat daur ulang nutrien, dan komponen penyusun kelompok.
Suatu uraian ringkas menyangkut jenis klasifikasi hutan mangrove berdasarkan geomorfologi ditunjukkan sebagai berikut :
1. Overwash mangrove forest
Mangrove merah merupakan jenis yang dominan di pulau ini yang sering dibanjiri dan dibilas oleh pasang, menghasilkan ekspor bahan organik dengan tingkat yang tinggi. Tinggi pohon maksimum adalah sekitar 7 m.
2. Fringe mangrove forest
Mangrove fringe ini ditemukan sepanjang terusan air, digambarkan sepanjang garis pantai yang tingginya lebih dari rata-rata pasang naik. Ketinggian mangrove maksimum adalah sekitar 10 m.
3. Riverine mangrove forest
Kelompok ini mungkin adalah hutan yang tinggi letaknya sepanjang daerah pasang surut sungai dan teluk, merupakan daerah pembilasan reguler. Ketiga jenis bakau, yaitu putih (Laguncularia racemosa), hitam (Avicennia germinans) dan mangrove merah (Rhizophora mangle) adalah terdapat di dalamnya. Tingginya rata- rata dapat mencapai 18-20 m.
4. Basin mangrove forest
Kelompok ini biasanya adalah jenis yang kerdil terletak di bagian dalam rawa Karena tekanan runoff terestrial yang menyebabkan terbentuknya cekungan atau terusan ke arah pantai. Bakau merah terdapat dimana ada pasang surut yang membilas tetapi ke arah yang lebih dekat pulau, mangrove putih dan hitam lebih mendominasi. Pohon dapat mencapai tinggi 15 m.
5. Hammock forest
Biasanya serupa dengan tipe (4) di atas tetapi mereka ditemukan pada lokasi sedikit lebih tinggi dari area yang melingkupi. Semua jenis ada tetapi tingginya jarang lebih dari 5 m.
6. Scrub or dwarf forest
Jenis komunitas ini secara khas ditemukan di pinggiran yang rendah. Semua dari tiga jenis ditemukan tetapi jarang melebihi 1.5 m ( 4.9 kaki). Nutrient merupakan faktor pembatas.
Faktor-faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah :
Fisiografi pantai (topografi)
Pasang (lama, durasi, rentang)
Gelombang dan arus
Iklim (cahaya,curah hujan, suhu, angin)
Salinitas
Oksigen terlarut
Tanah
Hara
Faktor-faktor lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut :
A. Fisiografi pantai
Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.
B. Pasang
Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:
Lama pasang :
Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut
Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal.
Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme
Durasi pasang :
Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.
Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenagan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.
Rentang pasang (tinggi pasang):
Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya
Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.
C. Gelombang dan Arus
Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.
Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.
Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove
Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.
D. Iklim
Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove
Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove
Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya
Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.
2. Curah hujan
Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove
Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah
Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun
3. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)
Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang
Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28C
Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C
4. Angin
Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus
Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove
E. Salinitas
Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt
Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan
Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang
Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air
F. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.
Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari
G. Substrat
Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove
Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur
Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir
Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat
Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera
Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah
Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca
H. Hara
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik.
Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na
Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)
Daftar Pustaka
FAO. Management and Utilization of mangroves in Asia Pasific. FAO Environmental Paper 3, FAO, Rome. 1983 Hutching, P and P.Saenger. Ecology of Mangroves. University of Queensland,
London. 1987 Mann, K.H. Ecology of Coastal Waters. Second Edition. Blackwell Science. 2000 Saenger, P. E.J, Hegerl, and J.P.S. Davie. Global Status of Mangrove Ecosystems.
Diposting oleh Mukhlas_Aquaculture di 19.10 0 komentar